Kita harus menyiapkan langkah antisipatif, seperti stabilisasi devisa dan insentif fiskal untuk UMKM,”
PERSADA KITA.ID | JAKARTA – Ketegangan antara Israel dan Iran bukan sekadar konflik regional, melainkan ancaman destabilisasi ekonomi global yang berpotensi memukul Indonesia. Hal ini mengemuka dalam diskusi “Dampak Konflik Israel-Iran Terhadap Indonesia: Tantangan, Peluang, dan Strategi Menghadapi Dinamika Global” yang digelar di Parlemen Senayan, Kamis (10/7/25).

Bambang Soesatyo (Bamsoet), Wakil Ketua Umum Partai Golkar, memperingatkan bahwa eskalasi konflik dapat memicu resesi global, lonjakan harga minyak hingga USD 150/barel, dan tekanan berat pada neraca keuangan Indonesia. “Kenaikan harga minyak akan membebani subsidi energi, melemahkan rupiah, dan memicu inflasi yang menggerus daya beli masyarakat,” tegas mantan Ketua DPR ini. Data BPS menunjukkan inflasi Juni 2025 telah mencapai 4,2% (yoy), dengan kenaikan harga bahan pokok 8-15% dalam tiga pekan terakhir.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Bamsoet mengungkapkan, gejolak global telah mendorong rupiah menyentuh Rp 16.200/USD dan memicu capital outflow dari pasar emerging markets, termasuk Indonesia. IHSG sempat anjlok di bawah 6.500, memperkuat kekhawatiran resesi teknikal. “Kita harus menyiapkan langkah antisipatif, seperti stabilisasi devisa dan insentif fiskal untuk UMKM,” ujarnya.
Di balik tantangan, Bamsoet melihat peluang bagi Indonesia untuk memimpin diplomasi perdamaian. “AS dianggap bias mendukung Israel, sementara Rusia-China membentuk blok tandingan. Indonesia, dengan reputasi sebagai negara Muslim moderat, bisa menjadi jembatan dialog melalui ASEAN, OKI, dan G20,” paparnya. Ia mendorong pembentukan contact group independen untuk meredakan ketegangan.
Diskusi yang menghadirkan Mayjen TNI Fritz Manusuntua, Laksda (Purn) Marsetio, dan ekonom seperti Syahganda Nainggolan ini menyepakati pentingnya mitigasi berbasis data. Beberapa rekomendasi kunci meliputi: Diversifikasi impor energi untuk mengurangi ketergantungan pada pasar volatil, Percepat transisi energi hijau dengan insentif investasi EBT. Dan Penguatan cadangan devisa melalui kerja sama moneter bilateral.
Bamsoet menekankan, krisis bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk memperkuat ketahanan nasional sekaligus mengukuhkan peran global. “Kita tidak hanya menjadi korban geopolitik, tapi aktor yang berkontribusi pada tatanan dunia lebih adil,” tandasnya. Langkah konkret pemerintah, termasuk diplomasi aktif dan kebijakan ekonomi protektif, akan menentukan seberapa tangguh Indonesia menghadapi badai krisis ini. JM