“Air tidak hanya membanjiri jalan, tapi merembes ke pekarangan dan masuk ke dalam rumah. Anak-anak sering terlambat sekolah karena jalan becek dan terendam.
PERSADA KITA.ID | KONAWE – Musim hujan menjadi momok menakutkan bagi warga Lorong Kelapa Gading, Jalan Wayong, Kelurahan Asinua, Kecamatan Unaaha, Kab Konawe, Sulawesi Tenggara. Kawasan pemukiman padat penduduk ini rutin berubah menjadi kubangan air saat hujan tiba, menggenangi puluhan rumah dan memutus akses transportasi warga. Permintaan pembangunan drainase dan deuker (saluran air bawah jalan) yang telah diajukan bertahun-tahun, hingga kini belum juga terealisasi.

Alimuddin (45), warga setempat, mengungkapkan betapa genangan air telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Air tidak hanya membanjiri jalan, tapi merembes ke pekarangan dan masuk ke dalam rumah. Anak-anak sering terlambat sekolah karena jalan becek dan terendam. Bahkan jamaah kesulitan mencapai masjid saat banjir melanda,” keluhnya, Kamis (17/7/2025).
Menurutnya, ketiadaan drainase yang memadai menjadi akar masalah. Meski jalan setapak pernah diperbaiki oleh Ketua Kadin Konawe, Yusran Akbar, pada 2023 lalu, itu hanyalah solusi sementara.
“Tanpa sistem drainase yang baik, genangan air takkan pernah teratasi. Justru semakin parah dari tahun ke tahun,” tambah Alimuddin.
Arman (38), warga lainnya, menggambarkan betapa luapan air dari lorong kerap meluber hingga ke Jalan Wayong, mengganggu arus lalu lintas dan menciptakan lingkungan yang tidak sehat.
“Banjir sampai menyeberang ke jalan aspal. Air menggenang berhari-hari, menimbulkan bau tidak sedap dan sarang nyamuk. Kami khawatir wabah penyakit seperti DBD bisa saja terjadi,” ungkapnya.
Ia mendesak pemerintah segera membangun deuker yang menghubungkan saluran di lorong mereka dengan drainase utama di Jalan Wayong. “Ini bukan sekadar masalah kenyamanan, tapi keselamatan bersama,” tegas Arman.
Saat dikonfirmasi, Plt. Sekretaris Dinas PUPR Konawe, Robin Hermansyah, mengaku telah berkoordinasi dengan Bidang Cipta Karya untuk menindaklanjuti keluhan warga.
“Kami akan mengevaluasi kebutuhan dan anggaran terlebih dahulu,” ujarnya singkat.

Namun, warga tampak jenuh dengan janji-janji yang tak kunjung terealisasi. Mereka telah berulang kali melaporkan masalah ini ke pemerintah kelurahan setempat, bahkan meminta bantuan anggota DPRD Konawe dari daerah pemilihan mereka.
“Kami butuh tindakan nyata, bukan sekadar respons administratif. Wakil rakyat harus turun langsung melihat kondisi kami,” ujar Amran, warga lainnya.

Jika tidak segera ditangani, masalah ini bukan hanya tentang genangan air, melainkan ancaman serius bagi kesehatan, pendidikan, dan perekonomian warga. Anak-anak kesulitan bersekolah, aktivitas ibadah terganggu, dan risiko penyakit berbasis air kian mengintai.
Lorong Kelapa Gading masih menunggu keputusan tegas. Akankah pemerintah hadir sebagai solusi, atau membiarkan warga terus berjuang sendiri melawan banjir tahunan? JM