“Dari target 1 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) dalam RPJMD pertanian Sultra, 500 ribu ton menjadi tanggung jawab kita di Konawe. Ini bukan angka kecil, tapi saya yakin, dengan kerja keras kita bisa mencapainya,”
PERSADA KITA.ID| KONAWE — Di tengah ancaman krisis pangan global, Kabupaten Konawe tampil sebagai pionir dalam penguatan sektor pertanian. Kamis (3/7/2025), Gedung Wekoila di Unaaha menjadi saksi semangat ratusan penyuluh pertanian yang berkumpul dalam Temu Teknis Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan UPTD Pertanian se-Kabupaten Konawe.
Acara ini menjadi langkah strategis dalam mendukung program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, khususnya dalam mewujudkan swasembada pangan nasional. Visi ini sejalan dengan arah pembangunan daerah menuju Konawe yang Berdaya Saing, Sejahtera, Adil, dan Berkelanjutan (BERSAHAJA) di bawah kepemimpinan Yusran Akbar dan Wakil Bupati Syamsul Ibrahim.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Bupati Konawe, H Yusran Akbar, ST, membuka kegiatan ini dengan optimisme dan arah yang jelas. Ia mengingatkan bahwa pertanian bukan hanya sektor produksi, tetapi fondasi kedaulatan pangan. Dalam sambutannya, ia menyampaikan bahwa Konawe mendapat amanah dari pemerintah pusat dan provinsi untuk menyuplai 500 ribu ton beras dari target 1 juta ton Sulawesi Tenggara.

“Dari target 1 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) dalam RPJMD pertanian Sultra, 500 ribu ton menjadi tanggung jawab kita di Konawe. Ini bukan angka kecil, tapi saya yakin, dengan kerja keras kita bisa mencapainya,” tegas Yusran disambut tepuk tangan peserta.
Pernyataan itu bukan sekadar angka. Ia menggambarkan tantangan dan peluang yang dihadapi daerah yang memiliki infrastruktur irigasi strategis, seperti Bendung Wawotobi yang mengairi 18.000 hektare sawah dan Bendungan Ameroro yang mendukung 3.600 hektare lahan pertanian. Dua sumber daya alam ini dianggap sebagai berkah yang harus dimanfaatkan demi kemajuan masyarakat petani.
“Temu teknis ini bukan pertemuan biasa. Ini adalah ruang kolaborasi lintas lini pertanian, tempat kita menyamakan visi, menyerap inovasi, dan menguatkan sinergi,” tegas Yusran, penuh keyakinan.

Hadir dalam kegiatan ini Sekda Konawe, Kadis Tanaman Pangan dan Hortikultura, sejumlah kepala OPD Pemda Konawe, Kepala Balai Penerapan dan Modernisasi Pertanian Provinsi Sultra, serta perwakilan Badan Meteorologi dan Geofisika Sultra.
Forum ini sekaligus menjadi wadah evaluasi dan dialog terbuka antara penyuluh, pemerintah daerah, dan stakeholder terkait. Suasana hangat dipenuhi diskusi teknis, mulai dari penguatan sistem penyuluhan, pemanfaatan teknologi modern, hingga strategi menghadapi dampak perubahan iklim dan dinamika pasar.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Konawe, H. Gunawan Samad dalam laporannya menekankan pentingnya peran penyuluh sebagai ujung tombak pembangunan pertanian. Saat ini, terdapat 242 Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) aktif, terdiri dari 92 ASN, 34 PPPK Kabupaten, 39 PPPK Provinsi, dan 73 CPNSD.
Keterbatasan fasilitas pendukung masih menjadi tantangan. Namun, melalui forum ini, harapannya adalah mempercepat pemetaan solusi dan memperkuat efektivitas pendampingan kepada petani. Komitmen penuh juga ditunjukkan untuk program prioritas seperti cetak sawah dan distribusi sarana produksi.
Dinas Pertanian menegaskan arah pembangunan pertanian Konawe sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto, yakni mewujudkan ketahanan pangan berbasis pemberdayaan petani. Setiap penyuluh ditantang bukan hanya menjadi instruktur, tetapi inovator dan pelindung ekosistem pertanian lokal.
“Mereka adalah ujung tombak keberhasilan berbagai program pertanian, baik dari kabupaten, provinsi, maupun pusat,” ujar Gunawan.
Materi teknis yang disampaikan dalam temu teknis ini meliputi mekanisasi pertanian, digitalisasi sistem penyuluhan, dan pemetaan risiko pertanian berbasis iklim. Penyuluh didorong agar tak hanya mengedukasi, tetapi menjadi problem solver di tengah kompleksitas lapangan.
Di akhir kegiatan, suasana terasa lebih dari sekadar formalitas. Ada semangat kebersamaan dan tekad untuk bergerak maju. Para penyuluh meninggalkan ruangan dengan bekal ilmu baru, jaringan kolaborasi yang lebih luas, dan semangat baru untuk mengabdi.
Konawe tidak sedang membangun pertanian biasa. Ia sedang membangun harapan—dari sawah, dari semangat penyuluh, dan dari keyakinan bahwa petani tak boleh berjalan sendirian. JM