Suasana bekas lokasi STQ (Seleksi Tilawatil Quran) di Unaaha, berubah menjadi epicentrum kreativitas dan kebanggaan kolektif. Ribuan pengunjung yang memadati area Expo Inovasi Desa Kabupaten Konawe tidak hanya menyaksikan pameran biasa, tetapi menjadi saksi bisu pergeseran paradigma: gelora semangat “Membangun Desa, Menata Kota” telah menjelma menjadi realitas yang hidup, bernapas, dan penuh warna. Di bawah langit malam, panggung budaya dan blusukan apresiatif Bupati Yusran Akbar menjadi dua sisi mata uang yang sama, mengukir narasi baru tentang kemandirian dan identitas desa-desa Konawe.
Konawe, PERSADA KITA.ID – Gemuruh tepuk tangan ribuan pasang tangan menggema memecah kesunyian malam, menyambut setiap gerakan penari yang menyuguhkan cerita leluhur. Expo Inovasi Desa Kabupaten Konawe, yang menghadirkan kekuatan 291 desa dari 28 kecamatan, pada Kamis (6/11/2025) malam membuktikan bahwa inovasi tidak hanya terpajang di stan-stan produk unggulan dan teknologi tepat guna, tetapi juga hidup dan bernafas melalui seni pertunjukan yang memukau.

Panggung utama menjadi saksi dua mahakarya budaya yang menjadi highlight malam itu. Pertama, Tarian Mombatani dari Kecamatan Abuki. Tarian ini bukan sekadar gerakan estetis, melainkan sebuah dramatisasi epik yang mengisahkan harmoni simbiosis antara sumber daya pertanian yang melimpah dengan tradisi peternak pasca panen raya. Setiap hentakan kaki, lirikan mata, dan gelengan badan penari seolah menyampaikan narasi mendalam tentang syukur, kerja keras, dan siklus kehidupan agraris yang menjadi nadi Kabupaten Konawe.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tak kalah memesonakan, Tari Sumaku dari Kecamatan Meluhu menghadirkan kearifan lokal pengolahan sagu—makanan pokok suku Tolaki—menjadi sebuah pertunjukan visual yang memikat. Tarian ini mengajak penonton menyelami filosofi hidup masyarakat, dari hulu ke hilir, tentang bagaimana sebuah pohon sagu diolah dengan ketelitian dan penghormatan tinggi hingga menjadi penghidupan.
“Sensasinya luar biasa. Kita tidak hanya melihat tarian, tetapi menyaksikan jiwa dan identitas desa kami di atas panggung. Dari Mombatani yang berbicara tentang panen dan ternak, hingga Sumaku yang mengajarkan proses pengolahan sagu. Ini adalah napas kultural Konawe yang sesungguhnya, inovasi budaya yang menyentuh hati,” ujar Aldi, salah seorang pengunjung yang terpikat dengan seluruh pertunjukan.

Namun, energi eksklusif malam itu tidak hanya berpusat pada gemerlap panggung. Sebuah gelombang perhatian lain bergerak menyusuri celah-celah stan, mengikuti langkah Bupati Konawe, H. Yusran Akbar, ST., yang melakukan blusukan mendetail. Kunjungannya bukan sekadar seremonial belaka, melainkan sebuah bentuk audit sekaligus apresiasi langsung terhadap jantung pembangunan desa.

Di Stan Desa Puumbinisi, Kecamatan Pondidaha, Bupati Yusran terlibat dalam dialog intensif dengan Kepala Desa dan sejumlah aparat dan warganya. Dialog tersebut melampaui sekadar pembicaraan tentang potensi fisik. Bupati secara khusus mengapresiasi peran vital BUMDES (Badan Usaha Milik Desa), menguatnya Koperasi Merah Putih, dan semangat para pelaku UMKM. Dengan tegas, Bupati Yusran Akbar menekankan pentingnya sistem pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan desa yang baik sebagai fondasi utama agar semua potensi itu dapat dikelola secara transparan, akuntabel, dan berkelanjutan.
“Kunci kemajuan desa ada di tata kelola yang bersih dan inovatif. BUMDES dan Koperasi harus menjadi mesin penggerak ekonomi, didukung oleh pemerintahan desa yang solid. Inilah yang akan mengantarkan produk-produk inovasi desa kita dari Konawe ke panggung yang lebih luas,” pesan Bupati Yusran di hadapan kepala desa, sebuah pernyataan yang menegaskan komitmennya pada pembangunan yang berakar dari tata kelola yang kokoh.

Blusukan apresiatif itu kemudian berlanjut ke Stan Desa Lalodangge. Di sana, sorot mata Bupati Yusran berbinar penuh kekaguman menyaksikan kreativitas anyaman souvenir karya masyarakat setempat. Produk kerajinan tangan yang detail dan memiliki nilai jual tinggi ini menjadi bukti nyata bagaimana ide-ide brilian dan jiwa wirausaha dapat lahir dan berkembang dari desa, didorong oleh semangat dan ketekunan warganya.

Perjalanan Bupati Yusran malam itu bagaikan menyusun puzzle kemajuan Konawe yang holistik. Dari Tarian Mombatani dan Tari Sumaku yang merepresentasikan jiwa dan identitas budaya, hingga anyaman kreatif dari Lalodangge yang mencerminkan semangat kewirausahaan, dan fondasi tata kelola pemerintahan yang ditekankan di Puumbinisi. Expo Inovasi Desa ini sukses menjadi cermin bahwa Konawe sedang bergerak secara menyeluruh, memadukan dengan apik kekuatan budaya, ekonomi kreatif, dan kepemimpinan yang visioner.
Expo yang diperkirakan akan terus memecahkan rekor kunjungan ini telah menjadi penanda abadi. Desa-desa di Konawe tidak lagi hanya menjadi objek pembangunan, tetapi telah bertransformasi menjadi subjek utama yang aktif, kreatif, percaya diri, dan siap bersaing dengan mengusung identitas budayanya yang kuat. Gemerlap inovasi dari bumi Konawe ini bukan lagi sekadar cahaya, melainkan api yang siap membara, membawa pesan kuat dari Sulawesi Tenggara untuk Indonesia dan dunia. JM















