“Potensi seperti ini yang kita cari di desa. Alhamdulillah, program Dekranasda untuk memajukan kerajinan anyaman terus berjalan—dan tahun 2026, kami gelar pelatihan khusus agar nilai ekonominya naik kelas!”
Konawe, PERSADA KITA.ID — Di tengah hiruk-pikuk modernisasi, Konawe membuktikan: kearifan lokal bukan hanya warisan—tapi senjata ekonomi. Pameran Desa Expo Inovasi Pembangunan Desa 2025 di Kawasan STQ Kelurahan Tumpas, Unaaha, menjadi panggung gemilang bagi kerajinan anyaman rotan hingga sampah plastik daur ulang yang mencuri perhatian ribuan pengunjung—bahkan membuat Ketua Dekranasda Konawe, Hj. Hania, langsung terpukau.
Tas elegan dari tali plastik packing, dompet modis dari bungkus sabun bekas, tudung saji berkilau dari rotan lokal, hingga boru (tudung kepala adat) dari daun pandan hitam—semua lahir dari tangan-tangan terampil para pengrajin desa, yang kini menantang pasar global dengan sentuhan ekonomi sirkular dan zero waste.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Revolusi Kerajinan Desa yang Tak Main-Main
Di hari ketiga pameran (Jumat, 7/11/2025), Ketua Dekranasda Konawe, Hj. Hania berjalan menyusuri puluhan stand desa, mengenakan boru khas Konawe—simbol kebanggaan sekaligus komitmen. Ia menyebut apa yang dilihatnya bukan sekadar produk, tapi manifesto kemandirian ekonomi desa.
“Potensi seperti ini yang kita cari di desa. Alhamdulillah, program Dekranasda untuk memajukan kerajinan anyaman terus berjalan—dan tahun 2026, kami gelar pelatihan khusus agar nilai ekonominya naik kelas!”

Yang mencengangkan, plastik sabun bekas disulap jadi dompet stylish, tali karung packing diubah jadi keranjang premium, dan rotan lokal diukir jadi asbak & tempat tisu bernuansa modern—tanpa kehilangan jiwa tradisi.
Dari Limbah ke Lifestyle: Filosofi Baru UMKM Konawe
Para perajin tak hanya berinovasi—mereka melawan krisis lingkungan dengan kreativitas.
“Kami tidak membeli bahan mahal. Rotan diperoleh dari hutan desa. Plastik dikumpulkan dari rumah warga. Prosesnya lama, tapi hasilnya meaningful—untuk bumi, untuk ekonomi keluarga,” ungkap salah satu pengrajin dari Desa Puudambu.

Meski kerajinan anyaman menuai pujian, Hania jujur mengungkap tantangan terbesar UMKM Konawe:
“Kualitas produk makanan lokal luar biasa, tapi packaging-nya masih belum siap pasar modern. Ini prioritas Dekranasda 2026: pendampingan desain kemasan, food safety, dan branding!”
Ia menegaskan, Dekranasda akan hadir sebagai jembatan antara desa dan pasar, bukan hanya memberi pelatihan—tapi juga membuka akses distribusi ke e-commerce, hotel, hingga pasar ekspor.
Hania Juga Dorong PAUD Merata di 291 Desa
Di balik sorotan kerajinan, Hania—yang juga menjabat sebagai Bunda PAUD & Ketua TP PKK Konawe—menyoroti kesenjangan layanan pendidikan anak usia dini.
“Ada desa yang sudah punya PAUD lengkap. Tapi masih banyak yang belum. Insya Allah, saya koordinasikan pengadaan sarana dan peningkatan kualitas guru PAUD di seluruh 291 desa.”
Konawe membuktikan: desa bukan daerah tertinggal—tapi laboratorium inovasi. Dengan kolaborasi pemerintah, Dekranasda, dan semangat warga, ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal bukan hanya bertahan—tapi melesat.
Dan tahun 2026? Bersiaplah. Anyaman Konawe diharap tak lagi dipandang sebelah mata—tapi dipajang di etalase pasar dunia. JM















