“Saya tidak mau hanya jadi simbol. PMI harus bergerak, harus hadir untuk masyarakat,”
PERSADA KITA.ID | KONAWE – Retakan dinding, plafon berlubang, toilet kotor yang tak layak pakai, hingga peralatan medis yang raib. Itulah pemandangan yang menyambut Hj. Sarnina Yusrin Usbar, SE (SYU) saat pertama kali menginjakkan kaki di Markas Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Konawe. Tak ada AC, bahkan kipas angin pun tak tersisa. Daya listrik hanya 900 Watt—nyaris tak cukup untuk menunjang operasional.

“Ini seperti markas yang terlupakan,” ujar Hj. Sarnina, Ketua PMI Konawe yang baru dilantik pada 11 Mei 2025, dengan nada prihatin.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
SYU, Bangun Harapan
Tak menunggu lama, perempuan yang akrab disapa SYU ini langsung bergerak. Dibantu relawan, ia membersihkan rumput liar yang tumbuh subur di halaman markas, memperbaiki pintu gudang yang jebol, dan merapikan ruangan yang sebelumnya dipenuhi debu. Dalam hitungan hari, meski belum sempurna, markas itu mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupan.

“Kami harus mulai dari nol. Tidak ada yang bisa diandalkan selain tekad dan kerja keras,” ujarnya saat berbincang dengan PERSADA KITA.ID di Unaaha, Rabu (21/5/2025).
Menurut SYU, PMI Konawe membutuhkan banyak hal mendesak: gedung yang layak, gudang peralatan, dapur umum, posko relawan, hingga aula pelatihan. Bahkan, peralatan dasar seperti brankar transfusi darah, kursi rapat, freezer bank darah, dan tensimeter pun hilang entah ke mana.
“Bagaimana kami bisa menjalankan misi kemanusiaan jika markas saja tak layak? Bagaimana menolong korban bencana jika peralatan darurat tidak ada?” tanyanya retoris.

Kolaborasi Jadi Kunci
SYU menyadari, ia tidak bisa bekerja sendirian. Ia berencana menjalin komunikasi intensif dengan Pemerintah Daerah Konawe agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bisa mendukung pembenahan PMI.
“Kami butuh bantuan semua pihak—pemda, pengusaha, masyarakat, dan seluruh stakeholder. PMI ini milik kita bersama,” tegasnya.
Misi Kemanusiaan Tak Bisa Menunggu
Meski kondisi markas masih memprihatinkan, SYU bersikukuh untuk segera menjalankan program kerja PMI Konawe. “Saya tidak mau hanya jadi simbol. PMI harus bergerak, harus hadir untuk masyarakat,” tegasnya.
Dengan semangat baru, ia memimpin transformasi PMI Konawe—dari keterpurukan menuju kesiapan penuh dalam menjawab panggilan kemanusiaan. Tantangan besar, tetapi langkah pertama telah dimulai. (JM)